Perbedaan tingkat perkembangan kemampuan bahasa dan wicara anak usia 1-3 tahun bisa sangat besar, sehingga banyak orang tua yang khawatir anaknya “lambat bicara” atau ”kemampuan bahasanya rendah” dan sebagainya.
Perkembangan bahasa tidak terpisah dari perkembangan aspek lainnya secara keseluruhan termasuk “fisik” dan “mental” juga harus dikembangkan secara bersamaan. Kebanyakan orang tua hanya fokus kepada kemampuan bahasa (ekspresi diri melalui wicara), tapi sebenarnya sangat penting untuk memahami hal lain yang perlu didorong terlebih dahulu sebelum anak mulai berbicara.
Dengan kata lain, kemampuan bahasa merupakan cerminan dari perkembangan anak secara keseluruhan, dan kemampuan memahami bahasa merupakan syarat bagi anak untuk mampu berbicara (paham dulu, baru bisa mengucapkan). Sehingga penting untuk mengekspos anak pada berbagai pengalaman dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak akan makin memahami bahasa secara alami. Untuk mendorong perkembangan bahasa anak, selain melatih kosa kata, orang tua juga harus membimbing anak agar mampu mengekpresikan diri mau menyampaikan keinginannya. Bimbing anak bisa mengungkapkan perasaannya.
Saat bayi, anak hanya mampu mengekspresikan diri melalui menangis atau teriak. Di masa tersebut, anak selalu mengandalkan ibunya untuk memandangnya dan memahami perasaannya. Dengan memandang ibunya, bayi pun menunjukkan rasa tenang dan kepercayaannya bahwa ibunya akan mengurus dirinya sesuai dengan yang ia coba ungkapkan. Bukan melalui arti kata yang diucapkan, tapi komunikasi itu dimulai dari saling memahami perasaan dari cara lawan bicara mengeluarkan suara, ekspresi, maupun gerak tubuh.
Anak mungkin akan tantrum karena belum mampu mengungkapkan perasaannya dengan cara lain, namun seiring perkembangan organ vokalnya, anak mampu mengucapkan bunyi yang lebih sempurna hingga memiliki kemampuan wicara. Bagi anak usia 1-3 tahun, orang dewasa di sekitarnya harus jadi pendengar yang baik dan teman bermain yang baik.
Saat anak terfokus pada YouTube maupun smartphone yang tak dapat memberikan interaksi dalam bermain, anak tak akan bisa mendapatkan stimulasi yang diperlukan. Bukan berarti sama sekali tidak boleh, tapi sebisa mungkin orang tua mendampingi dan menyediakan interaksi di bagian yang menarik atau disukai anak, maupun mengikuti dan menanggapi reaksi anak seperti kaget dan sebagainya.
Akan tetapi tetap saja cara bermain yang lebih baik adalah yang sepenuhnya mengandung unsur komunikasi seperti misalnya saat anak menunjukkan ketertarikan dengan menunjuk gambar hewan kemudian orang tua juga mengamati hewan tersebut dan berkomentar “lucu, ya”. Sehingga walaupun belum sampai pada tahap mengeluarkan kata-kata, anak akan merasa tenang dan senang karena perasaan dan pemikirannya tersampaikan. Perkembangan bahasa anak akan makin menunjukkan hasil apabila orang tua bersama-sama menikmati permainan kesukaan anak yang sesuai dengan usia anak.